PANGGONAN

Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3



K3


Kita pasti pahami bahwa setiap pekerjaan apapun pasti beresiko bahaya, bisa kecelakaan atau juga timbulnya penyakit dari pekerjaan yang dilakukan. Potensi kecelakaan di tempat kerja sangat besar seiring dengan faktor keselamatan yang diabaikan. Faktor keselamatan harus diperhatikan baik oleh pimpinan dan karyawan sendiri. Seringkali karena kedua pihak abai atas faktor keselematan di tempat kerja, masalah kecelakaan kerja sering terjadi. Hal ini tentu menimbulkan dampak yang tidak sedikit dari segi karyawan dan perusahaan.

Kasus kecelakaan kerja di Indonesia masih cukup besar, hal ini terkait faktor kedisiplinan dari karyawan sendiri. Sebagai contoh di lokasi pembangunan gedung masih kita lihat karyawan yang tidak melengkapi diri dengan peralatan keamanan standar sesuai ketentuan. Selain merugikan diri sendiri, bila terjadi kecelakaan maka perusahaan bisa turut dipersalahkan. Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan kehancuran alat-alat produksi dan hasil produksi. Distribusi hasil produksi terganggu, tertunda atau terhenti yang kemudian dapat mengganggu kepentingan konsumen. Lingkungan sekitar mengalami polusi atau kerusakan lingkungan yang parah bila terjadi kecelakaan yang besar.

Salah satu cara menghadapi atau mempersiapkan karyawan dengan kondisi yang mendukung keamanan kerja adalah dibangunnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja  (K3). Manajemen K3 merupakan bagian dari manajemen totalitas yang bersifat sektoral di setiap perusahaan, melibatkan semua unit-unit, pimpinan puncak hingga tenaga supervisi dan seluruh staf dengan tujuan menghindari terjadinya kecelakaan atau penyakit kerja.

Fungsi-fungsi manajemen dilakukan oleh manajemen K3 secara utuh, yaitu:
1.      Menyusun rencana kerja pencegahan dan mengatasi kasus kecelakaan dan penyakit kerja.
2.      Menyusun organisasi K3 dan menyediakan alat perlengkapannya.
3.      Melaksanakan berbagai program, termasuk:
a.      Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik
b.      Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja, menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan bagi masyarakat pada umumnya
c.       Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk menghindari kecelakaan kerja
d.      Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka yang menderita kecelakaan kerja
e.      Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengamanan lingkungan kerja, pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja
4.      Melakukan pengawasan program.

Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Banyak faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan di tempat kerja, antara lain karena:
·         Pekerja tidak terampil atau tidak mengetahui cara mengoperasikan alat-alat tersebut
·         Pekerja tidak hati-hati, lalai atau bisa karena lelah dan sakit
·         Tidak tersedia alat-alat pengaman
·         Alat produksi yang digunakan dalam keadaan tidak baik atau tidak layak
Akibat atau dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja itu dalam bentuk: pekerja atau orang lain meninggal atau luka, alat-alat produksi rusak, bangunan terbakar dan proses produksi terhenti. Selain korban manusia, kecelakaan kerja dapat merugikan perusahaan karena alat-alat produksi yang rusak, bangunan hancur dan aset lainnya rusak.
Kecelakaan kerja juga mengakibatkan kematian atau cacat permanen. Bila itu terjadi maka karyawan tidak akan mampu kerja kembali sehingga keluarga akan kehilangan seluruh atau sebagian sumber penghasilan. Bagi pengusaha, kecelakaan kerja dapat menimbulkan beban karena mereka berkewajiban memberikan santunan kepada pekerja dan keluarga yang mengalami kecelakaan. Produksi pun bisa terhenti beroperasi bila kecelakaan terjadi dalam skala besar. Dengan demikian bidang K3 menyangkut kepentingan pengusaha, pekerja menyangkut  kewenangan dan kewajiban pengusaha serta hak dan kewajiban pekerja dan serikat pekerja. Kecelakaan kerja yang berskala besar misalnya bencana peledakan, kebocoran nuklir di Jepang sebagai akibat bencana alam, dan kebakaran.

Pedoman Pencegahan Kecelakaan Kerja
Untuk menghindari kecelakaan kerja organisasi ketenagakerjaan dunia yaitu ILO telah menyusun beberapa konvensi dan rekomendasi. Peraturan dan perundangan tersebut ditambah dengan peraturan dan perundangan dari negara masing-masing. Pada umumnya konvensi tersebut mengatur supaya Pemerintah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun kebijakan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan kerja.

Sistem pencegahan kecelakaan kerja yang wajib dilakukan pengusaha seperti:
Ø  Menyusun sistem pencegahan kecelakaan kerja, seperti identifikasi dan analisa sumber kecelakaan
Ø  Cara mengurangi akibat kecelakaan
Ø  Perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman
Ø  Melaksanakan program inspeksi secara rutin
Ø  Menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi bencana

Sedangkan dari sisi Pemerintah perlu melakukan:
Ø  Menyusun kebijakan yang mendorong dan mewajibkan pengusaha memasang sarana K3
Ø  Menyediakan tenaga ahli di bidang K3
Ø  Menyusun rencana tata ruang yang memisahkan daerah pemukiman dari potensi dan kecelakaan kerja
Disetiap perusahaan perlu dibentuk unit tersendiri atau panitia yang berfungsi atau secara khusus bertanggungjawab menyusun program pencegahan kecelakaan kerja, termasuk penyediaan sarana pengaman, tenaga ahli dan inspeksi secara rutin.
Terdapat beberapa instansi Pemerintah yang berkaitan dengan sistem pengawasan dan pencegahan bencana, yaitu:
1.      Pejabat yang berwenang dalam inspeksi K3
2.      Pejabat Pemerintah di tingkat daerah
3.      Pejabat kesehatan
4.      Petugas pemadam kebakaran
5.      Pejabat lain yang memiliki wewenang khusus


 





STATISTIK KECELAKAAN


I.  PENDAHULUAN

  Dalam dari informasi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja penting artinya dan besar peranannya dalam rangka menetapkan kebijaksanaan dan program penanggulangan kecelakaan. Oleh sebab itu pencatatan, penyusunan dan perhitungan angka tingkat kecelakaan di perusahaan/tempat kerja maupun secara regional, sektoral dan nasional perlu dilakukan. Sehubungan dengan itu dipandang perlu adanya suatu standar mengenai Statistik Kecelakaan agar diperoleh keseragaman dalam pene­rapan dan pelaksanaannya.

  Pengelompokan mengenai faktor-faktor kecelakaan di dalam standar ini masih bersifat sangat umum dan dalam garis besar. Dengan cara pengelompokan seperti tersebut di atas akan me­mungkinkan tiadanya materi yang tertinggal. Di samping itu tanpa memperhatikan perincian yang lebih luas, maka pihak­pihak pihak yang berkepentingan sudah dapat membandingkan angka statistik yang dihasilkan dengan angka statistik yang dihasilkan oleh pihak lain.

  Pengembangan dan perincian lebih lanjut tentang faktor­faktor kecelakaan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak.
2.   RUANG LINGKUP DAN PENGERTIAN ISTILAH
  2.1.  Ruang Lingkup.
  Ruang lingkup statistik kecelakaan dalam standard ini meliputi   seluruh kegiatan dan data kecelakaan kerja yang terjadi di   tempat kerja.
  2.2.   Pengertian Istilah :
  2.1.1.  Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak   dike­hendaki dan tidak di duga semula yang dapat   me­nimbulkan korban manusia dan atau harta benda.   Dalam pengertian kecelakaan termasuk kebakaran,   peledakan dan sakit akibat kerja.
  2.1.2.   Faktor kecelakaan, adalah semua unsur yang   ber­peran dalam terjadinya kecelakaan.
  2.1.3.   Sumber cedera, adalah benda atau keadaan yang   berhubungan langsung sebagai penyebab cedera atau   sakit.
  2.1.4.   Kondisi berbahaya, adalah keadaan yang tidak aman   dari suatu sumber cedera, di mana keadaan dimaksud   pada hakekatnya dapat diamankan atau diperbaiki.
 
2.1.5.  Tindakan berbahaya adalah perbuatan yang me­nyimpang   dari tata cara atau prosedur aman.
2.1.6.  Corak kecelakaan, adalah cara kontak dari korban   kecelakaan dengan sumber cedera, atau proses   gerakan si korban sehingga mendapat cedera atau sakit.
  2.1.7.   Faktor pribadi berbahaya, adalah kondisi mental atau fisik   yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan   berbahaya.
  2.1.8.  Cacat tetap atau cedera berat, adalah kehilangan atau tidak   berfungsinya salah satu atau beberapa organ/bagian tubuh,   atau gangguan jiwa.
  2.1.9.  Sementara tak mampu bekerja atau cedera ringan, adalah   luka atau sakit yang mengakibatkan sikorban tidak mampu   bekerja 1 (satu) hari atau lebih.
  2.1.10.  Tingkat kekerapan (Frequency Rate), adalah angka yang   dapat diartikan kejadian kecelakaan dalam satu juta jam   kerja orang.
  2.1.11  Tingkat keparahan (Severity Rate), adalah angka yang dapat   diartikan kejadian kecelakaan dalam satu juta jam kerja   orang.
  2.1.12.  Hari kerja yang hilang, adalah hari kerja efektif yang   hilang sebagai akibat korban tidak mampu melaksanakan   pekerjaan atau dinilai dari tingkat cacat yang diderita.
 
3.  KLASIFIKASI DATA.
  Dalam rangka memperoleh informasi penting dan menyelu­ruh tentang kecelakaan di tempat kerja, maka data kecelakaan dicatat, dikelompokan dan diberi kode seperti di bawah ini.
Waktu kejadian.
  Waktu kejadian dicatat sesuai dengan jam, tanggal dan tahun terjadinya kecelakaan.
Tempat kejadian.
  Tempat terjadinya kecelakaan dapat dilihat dari beberapa ruang lingkup, yang pencatatan dan penyusunannya dise­suaikan dengan kebutuhan masing-masing pihak sebagai­ berikut:
  3.2.1. Per-bagian/unit kerja dari suatu tempat kerja (contoh:         bagian produksi, bagian bengkel, bagian pengepakan,          bagian gudang dll).
3.2.2. Per-golongan, atau per sub-sektor, atau per sektor lapangan     usaha. Untuk keperluan ini dipakai kode Kerangka Klasifikasi     Lapangan Usaha (K.L.U.I.) tahun 1977, sesuai Lampiran I.
3.2.3. Per-wilayah (contoh: perkabupaten, per- kotamadya, per-    propinsi).
 
4.  DATA KORBAN.
  Korban kecelakaan di kelompokkan dan diberi kode sbb.: A.1. = Jumlah korban laki-laki.
     A.2. = Jumlah korban perempuan.
     A.3. = Jumlah korban dikelompokkan        berdasarkan usianya.
  A.3.1. = umur kurang dari 10 tahun.
  A.3.2. = umur antara 11 s/d 20 tahun.
  A.3.3. = umur antara 21 s/d 30 tahun.
  A.3.4. = umur antara 31 s/d 40 tahun.
  A.3.5. = umur antara 41 s/d 50 tahun.
  A.3.6. = umur lebih dari 50 tahun.
 
5.  AKIBAT KECELAKAAN.
  Akibat kecelakaan diperinci, dikelompokkan dan diberi kode sbb.:
  A.4. = Jumlah korban yang mati/meninggal dunia.
  A.5. = Jumlah korban yang cacat tetap/cedera berat.
  A.6. = Jumlah korban yang sementara tak mampu           bekerja / cedera ringan.
  A.7. = Jumlah hari yang hilang.
          Dihitung dari efektif yang hilang sebagai akibat si-      korban tidak mampu melakukan pekerjaan, atau       dinilai se­suai tingkat cacat yang diderita sesuai       lampiran ILa/II.b.
  A.8. = Jumlah kerugian material yang dinilai dengan       Rupiah (bangunan, peralatan, bahwa produksi       dan lainsebagainya).
 
6.  KETERANGAN CEDERA.
  Keterangan cedera adalah keterangan bagian tubuh korban yang mendapat cedera atau sakit yang diberi kode sbb.:
  A.9.   = Kepala
  A.10. = Mata
  A.11. = Telinga
  A.12. = Badan ,
  A.13. = Lengan
  A.14. = Tangan
  A.15. = Jari tangan
  A.16. = Paha .
  A.17. = Kaki
  A.18. = Jari kaki
  A.19. = Organ tubuh bagian dalam
  Apabila terdapat beberapa cedera pada bagian tubuh korban, maka dipilih yang cedera paling dominan.
 
7.  FAKTOR-FAKTOR KECELAKAAN.
  Faktor-faktor kecelakaan dibagi dikelompokkan serta diberi kode sbb.:
  7.1.  Sumber Cedera.
  B.1. =   Mesin (contoh: mesin pons, mesin press,   mesin gergaji, mesin bor, dsb).
  B.2. =   Penggerak mula dan pompa (contoh: motor   bakar, pompa, kompresor, kipas angin,   penghisap udara, dsb.).
  B.3. =   Lift (contoh : lift untuk orang atau barang baik   yang digerakkan dengan tenaga uap, listrik,   hydrolik, dll).
  B.4. =   Pesawat angkat (contoh: keran angkat, derek,   dongkrak, taksel, lir, dll).
  B.5. =   Conveyor (contoh : ban berjalan, rantai berjalan,   dsb.).
  B.6. =   Pesawat angkut (contoh: lori, fork-lif, gerobag,   mobil, truk, cerobong penghantar, dll). 
B.7.=  Alat transmisi mekanik, (contoh: rantai, pully, dll).
  B.8.=  Perkakas kerja tangan (contoh: pahat, palu, pisau, kapak, dll).
  B.9.= Pesawat uap dan bejana tekanan (ketel uap, bejana uap,         pemanas air, pengering uap, botol baja, tabung bertekanan dll).
  B.10= Peralatan listrik (motor listrik, generator, trans­formator, ornamen     listrik, sekering, sakelar, kawat penghantar dan lain-lain).
  B.11= Bahan kimia (bahan kimia yang mudah meledak atau menguap,     beracun, korosip, uap logam dan lain-lain).
  B.12= Debu berbahaya (debu yang mudah meledak, debu organik,     debu anorganik, seperti debu asbes, debu si­lika dan lain-lain).
  B.13 =Radiasi dan bahan Radioaktif (radium, cobalt, sinar ultra, sinar     infra dll.
  B.14= Faktor lingkungan (iklim kerja, tekanan udara, ge­taran, bising,     cahaya, dll).
  B.15 = Bahan mudah terbakar dan benda panas (la, film, minyak,      kertas, kapuk, uap dan lain-lain).
  B.16= Binatang (serangga, cacing, binatang buas, bakteri dan lain-lain).
  B.17 = Permukaan lantai kerja (lantai, bordes, jalan, pela­rutan dll).
  B.18 = Lain-lain (perancah, tangga, peti, kaleng, sampah, benda kerja      dll).
 
Untuk penentuan sumber cedera dapat digunakan pedoman sebagai berikut :
  a.   Pilihlah benda, bahan, zat, atau pemapar lainnya   yang tidak aman, dan apabila ia deliminir maka   kecelakaan yang bersangkutan tidak akan terjadi.
  b.   Apabila tidak terdapat benda, bahan, atau zat yang   ber­bahaya/tidak aman sebagaimana dimaksud   pada (1), maka pilihlah benda, atau bahan, atau sat   yang kontak langsung dengan korban.
  Dalam hal ini memerlukan pertimbangan tempat dan   waktu sesaat terjadinya kecelakaan.
  c.   Apabila terdapat beberapa alternatif sumber   kecelakaan sebagaimana dimaksud (1), maka   pilihlah salah satu di­antaranya yang berada pada   atau sekitar korban, dan yang mempunyai jarak   paling dekat dengan korban.

sUMBER :

 saya pilih selamat di ambil dari materi sosialisasi
demikian dan semoga bermanfaat